Lelaki itu.
Oleh : Azizah Nur Fitriana*
yang ku khawatirkan kini jadi
kenyataan, hanya kata-kata itu yang sering kuucapkan dalam hati. Aku masih
terlalu kecil untuk menerima kenyataan ini. Usiaku yang masih amat dini . aku
sering melihat hal aneh yang tak wajar di lakukan oleh seorang ibu terhadap
lelaki dewasa yang belum begitu ku kenal.
Kali pertama aku melihat sesuatu
yang aneh itu, pada saat di rumahku ada acara, acara syukuran atas sembuhnya
penyakit stroke ringan yang di derita kakak tertuaku. Aku di kenalkan seorang
lelaki dewasa yang ku panggil om budi begitu kata ibuku.
“ini teman ibu nak, ayo salam
tangannya” kata ibu kepadaku.
aku pun menyalami lelaki itu.
“om minta tolong ya, Hp om lowbet
nak di chargerkan ya” om budi menyuruhku.
Segera ku ambil hpnya dan ku
chargerkan sesuai permintaannya.
Tangan ini memang lancang sekali,
tanpa sengaja ku buka hp lelaki itu ku lihat pesan yang ada di hpnya.
Astaghfirullah…betapa terkejutnya aku membaca sebuah pesan yang isinya tidak ku
mengerti tapi yang membuatku terkejut ialah pesan itu tertera atas nama ibuku.
Kulanjutkan membaca pesan-pesan
berikutnya, sungguh tak ku duga begitu banyak pesan masuk dan terkirim atas
nama ibuku.
Tak tersadar air mata membasahi hp
ini. Tangan bergemetaran ketika mengetahui hal ini, aku bingung, aku takut, aku
kalut, aku bersedih, aku kesal, aku kecewa, dan aku …………..agggghhhh.
Siapa sebenarnya lelaki itu, ada
huhungan apa dia dengan ibuku. Ya allah, mengapa harus aku yang mengetahui hal
ini ???
Ibu, apa yang engkau sembunyikan
dari kami keluargamu, anak-anakmu, bahkan suamimu ayahku ??
Ibu , mengapa engkau tega memendam
cerita gersang seperti ini Bu??
Ibu , aku belum siap menerima
kenyataan yang menyakitkan seperti ini Bu. Tidakkah engkau mengingat
kebahagiaan kita dulu Bu ?
Aku marah, aku benci entahlah
kepada siapa aku harus memberitahukan hal ini. Aku takut membuat ayahku marah
dan pasti terluka.
Aku sayang ayah, aku sayang ibu,
aku sayang keluargaku.
Ibu , engkau panutan keluarga bu.
Mengapa…mengapa… dan mengapa????
Ibu. Ibu. Ibu. Ibu. Ibu. Ibu. Ibu. Ibu. Ibu.
Ibu. Ibu.
Tangisku semakin menjadi.
Aku menghentikan membacai
pesan-pesan yang ada di hp lelaki itu. Ku kembalikan ke awal agar lelaki itu
tak curiga bahwa hp nya telah ku buka.
Hatiku seperti tertusuk beribu
jarum pun duri tajam menghantam tanpa permisi.
Ku coba tersenyum di depan orang
ramai, aku tak ingin mereka tahu kalau aku baru saja menangis.
Waktu begitu cepat berlalu, lelaki
itu meminta hpnya yang di charge tadi. Aku sudah kesal benar melihat lelaki
ini, tapi menjaga perasaan ibuku aku masih berbaik-baik sikap di depan nya.
Aku ambil hpnya dan kuberikan
kepada lelaki itu tanpa basa-basi segera ku tinggalkan tempat itu dan aku masuk
ke kamarku melanjutkan tangis yang menyesak di dada ini.
Ku kunci kamar rapat-rapat, tak
ingin seorang pun mendengar pun mengetahui yang kurasakan saat ini.
Terlalu lama aku menangis hingga ku
tertidur dalam pelukan malam.
Peristiwa ini masih setia di hatiku
, belum ada seorang di antara keluarga yang ku bagi cerita .
Entahlah sampai kapan aku mampu
memendam bangkai kebusukan itu.
Belum sempatku berbagi cerita
tentang peristiwa beberapa minggu yang lalu, lagi-lagi aku juga yang
mengalami;melihat sesuatu yang mencurigakan.
Kali ini bukan di rumahku melainkan
di suatu pesta aku dan ibuku pergi ke pesta teman ayahku bekerja. Di pesta ini
aku bertemu dengan lelaki itu yang sedang menikmati makanannya.
Ibuku menyapa dengan ramah lelaki
itu, aku pun terpaksa menyapanya.
Saat ibuku pamitan pulang dan
bersalaman dengan lelaki itu entah kenapa aku melihat lelaki itu mengirim pesan
dan pesan itu tertuju atas nama ibuku.
Ya allah . apa mau lelaki ini .
mengapa dia mengirim pesan kepada ibuku. Apa isi pesan yang di kirimnya…
Perjalanan pulang ke rumah, aku
sudah tidak tahan memendam hal mencurigakan ini. Akhirnya ku beranikan diri
menceritakannya kepada ibuku.
Ibuku sangat misterius, ada sesuatu
yang ia sembunyikan. Dengan santainya ibuku menanggapi, jangan buruk sangka
sama orang lain itu tidak bagus anakku.
Aku sudah kesal yang sebenar-benar
kesal namun ibuku malah menanggapi dengan hati dan senyuman.
Ya allah, beri petunjuk atas
peristiwa ini… amin
Yah, sekarang kali ketiganya aku
menemui hal mencurigakan seperti yang pernah terjadi di waktu sebelumnya.
Kali ini aku pergi ke pesta bersama
ayahku, kebetulan ibuku sedang sakit jadi tidak ikut ke pesta.
Lagi-lagi aku bertemu dengan lelaki
itu, rasanya ingin teriak saja dan segera enyah dari hadapannya.
lelaki itu tidak seperti yang ku
temui sewaktu pesta waktu yang lalu kini ia menjadi penjaga tamu. Mungkin
karena yang pesta adalah teman dekatnya jadi ia ikut bekerja menyambut tamu
undangan.
Gadis penjaga hidangan ini ternyata
anak lelaki itu.
Aku di suguhkan sebuah piring dan
dengan senyuman yang tak seberapa itu ia mempersilahkan ku untuk mengambil nasi
serta menu makanan yang telah tersedia.
Aku heran dan tertegun di dalam
hati, mengapa ayahku tidak di berikannya sebuah piring juga? Apa maksudnya ini…
Ternyata setelah selesai ku ambil
menu hidangan , ayahku di beri sebuah piring lengkap dengan nasi juga menu
hidangannya.
Apa-apaan ini?? Ia yang menyiapkan
nasi untuk ayahku ?
Dengan hati kesal, aku makan
sedikit demi sedikit nasi yang ku ambil.
Selera makanku telah hilang ketika
melihat wajahmu perempuan tua !
Aku buru-buru mengajak ayah untuk
pulang, dengan alasan sakit perut.
Ayah pun mengikuti keinginanku.
Di perjalanan pulang, tak ku sadari
air mataku menetes di pipi.
Ku coba tahan amarah juga tangisku,
ku beranikan bertanya pada ayah.
Tapi apa? Ayah hanya berkata ,
jangan hiraukan kejadian tadi itu hanya kebetulan dan tidak ada maksud tertentu
anak ayah.
Begitu banyak pertanyaan yang
terucap dari bibirku, ternyata hanya itu yang ayah katakan kepadaku.
Setibanya di rumah, aku
menceritakan hal ini kepada kakakku. Tak seharusnya kuceritakan sekarang karena
ini masih kekhawatiranku saja, tapi aku sudah tidak bisa menyimpannya
sendirianku.
kakakku masih bisa tersenyum
mendengar ceritaku. Tanpa sengaja ibu pun mendengar ceritaku dan pergi kembali
ke kamarnya.
Oh. Ibu sungguh apa sesungguhnya
isi hatimu, masih saja senyum manis terluncur dari bibirmu yang pucat pasih
yang ku tak tahu apa makna senyummu itu.
Dan inilah puncaknya.
Yang ku khawatirkan kini menjadi
kenyataan.
Akhirnya, ibuku mengatakan yang
sebenarnya terjadi selama ini, yang sudah lama di tutup-tutupi, yang telah lama
tersembunyi.
Saat itu aku sedang belajar di
ruang belajar bersama guru les ku. Aku tidak di perbolehkan ikut mendengar
percakapan orang-orang dewasa di ruang tamu sana..
Aku yang saat itu sedang menghafal
rumus-rumus untuk ujian akhir nasional Mate-matika sekolah dasar merasa
penasaran dan ingin tahu apa yang di bicarakan mereka di sana.
Keesokan paginya barulah aku di
beritahu tentang ibuku.
Aku tidak siap mendengar hal itu,
ternyata dugaan ku selama ini????
Kembali tangis yang menjawab segala
tanyaku
Pengadilan, 20 Oktober 2005
Aku sedang menikmati liburanku,
tapi liburan yang seharusnya keceriaan bagi anak seusiaku kini berubah menjadi
kedewasaan sebelum usiaku.
Aku di tuntut dewasa sebelum
waktunya, yah. Perceraian orangtuaku membuatku dewasa terlalu dini.
Aku belum siap menerima kenyataan
pahit ini, aku tidak mau berpisah dari ayah ataupun ibuku.
Tapi, setelah pak hakim mengetuk
palu nya tiga kali maka aku pun mendengar pernyataan cerai antara ayah dan ibu.
Aku belum mengerti arti perceraian
itu sendiri, yang ku tahu cerai itu berpisahnya ibu dengan ayah.
Aku di suruh memilih untuk tinggal
bersama siapa antara ayah dan ibuku.
Aku tidak memilih keduanya,
walaupun hakim mengatakan aku berhak tinggal bersama ibuku, tapi aku tidak mau
tinggal bersama ibu.
Ibu yang membuat hancur keluarga
ini, aku benci ibu! Aku putuskan untuk tinggal bersama kakakku yang telah
memiliki keluarga kecil.
Ayah, maafkan aku tidak mau tinggal
bersamamu agar adil menurutku.
Keterangan
(*): Mahasiswa Unimed jurusan bahasa dan sastra Indonesia dan bergiat di komunitas
kepenulisan Kontan (Komunitas Tanpa Nama)
nice posting, cerita yang cukup menyentuh. Terima kasih telah berbagi:)
BalasHapus